Apa Kami Salah?

Sebenarnya ini cuma opini saya saja. Sebagai seorang muslim, saya kadang merasa prihatin, sedih, melihat fenomena yang berkembang akhir-akhir ini. Topik yang lagi hangat-hangatnya sih mengenai statement Bapak Ahok yang beredar mengenai surat Al-Maidah, yang akhirnya memicu umat islam bersuara. Jujur aja, saya ga peduli siapa yang mimpin Jakarta nantinya, toh saya bukan warganya. Hanya saja, sebagai muslim, saya bantu share untuk mengingatkan teman-teman saya, bahwa penting untuk memilih pemimpin seiman, satu agama. InsyaAllah pemimpin yang agama islamnya baik, cara memimpinnya juga baik, orangnya bijak, pokoknya sifat-sifat baik Rasulullah insyaAllah dijaga walaupun sulit.

Sekarang ini banyak sekali artikel atau gambar tentang pentingnya memilih pemimpin muslim, seiman, berdasarkan surat Al-Maidah ayat 51 yang di share di social media, terutama Facebook. Nah, kemudian-kemudian, kalau kita bantu share untuk memilih pemimpin muslim, katanya kita ga sesuai demokrasi, pancasila, ideologi Indonesia, ga bhinneka, ga ini, ga itu. Padahal kita cuma ingin menjalankan apa yang diperintahkan agama kita. Kalau yang mau dengar kata agamanya, silakan. Ga mau dengar juga silakan. Dalam islam orang berhak memilih, dan dia akan bertanggung jawab pada pilihannya. Kita ga akan kebagian dosanya kok. Hanya saja, kita, sebagai muslim, berkewajiban untuk saling mengingatkan. That’s it. Itu saja.

Hal ini jadi bertentangan dengan yang dikatakan oleh Pak Ahok, bahwa kita dibohong-bohongin pakai surat Al-Maidah untuk ga memilih pemimpin non-muslim, yang mungkin beliau merasa tersindir. Tapi itu memang yang ada di ayat tersebut perintah dari Tuhan kami, dari Allah. Tanpa digembar-gemborkan oleh politikus pun, ulama-ulama menyeru seperti itu, ustadz-ustadz mengatakan demikian berdasarkan ayat tersebut. Ayat yang akhirnya diperdebatkan penafsirannya. Wallahualam.

Ketika kita bilang bahwa non-muslim itu kafir, betapa tersinggungnya mereka. Padahal definisi kafir di agama kami itu, yang saya tahu, untuk menyebut orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Jadi seharusnya mereka pahami dulu definisinya, ketimbang langsung bilang rasis karena mengkafirkan. Ustadz Felix Siauw itu keturunan, tapi karena beliau muslim, ya untuk kami yang muslim, beliau saudara seagama. Beliau bukan kafir. Jadi kafir itu bukan ras, itu yang mesti dipahami, dan menyerukan memilih pemimipin seiman itu bukan RASIS, tapi  itu bentuk kepatuhan kami terhadap agama kami, seperti kristiani bilang kami adalah domba tersesat, begitulah definisi kafir kurang lebihnya. Apakah kami tersinggung ketika disamakan dengan domba? Tidak kan?

Kemudian, banyak cemoohan ketika muslim menggunakan cadar, niqab, hijab yang longgar, dijadikan bahan tertawaan, bercandaan, katanya ke-arab-araban. Entah kenapa kami tidak pernah menertawakan umat lain, misalnya kristiani kebarat-baratan, yahudi ke-israel-israelan, budha ke china-chinaan, hindu ke-india-indiaan, tapi kami disalahkan. Rasis, radikalis, fanatik. Kami lagi yang salah. Kami mayoritas yang selalu salah. Di luar negeri pun, minoritas kami juga banyak yang disalahkan. Digeneralisir sebagai teroris. Padahal disini, di Indonesia, sebagai mayoritas kami sangat menyambut keberagaman, menjaga kerukunan dengan yang minoritas, asal bukan mengenai aqidah kami, agama kami. Itu sepenuhnya hak kami. Kami menyerukan kepada yang juga merasa muslim, namun kepada yang mau,. Tidak memaksa. Sebab semua yang kita lakukan akan kita pertanggung jawabkan. Itu saja.

Mari berpikir bijak. Pahami dari sisi mana lawan bicara kita itu melihat. Bapak Ahok pun demikian. Beliau berbicara mengenai orang yang menggunakan agama untuk kepentingan politik, tapi statement beliau itu ambigu, ‘dibodohin pake surat al-maidah’. Banyak ulama, ustadz yang menyebarkan surat Al-Maidah, bukan untuk pembodohan, tapi untuk syiar agama. Mungkin ini bentuk tegurah Tuhan untuk Bapak, agar tutur kata Bapak bisa lebih baik dan bijak, karena Bapak adalah figur yang dihormati banyak orang, figur seorang terdidik Indonesia. Alangkah lebih baik tutur kata Bapak juga mencerminkan identitas Bapak, sebagai seorang terdidik, sebagai seorang pemimpin, sebagai yang dihormati.

Mohon maaf bila menyinggung seseorang atau kelompok orang. Ini cuma curhat.

Leave a comment